akhlisrizza

Thursday, September 14, 2006

tentang filsafat

Membuka Cakrawala Ilmu dengan Filsafat
Belajar filsafat kerapkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Ketika terdengar kata filsafat (bukan pil syahwat) maka yang terbayang ialah pelajaran bagi orang-orang “nyentrik” –bahkan terkesan kurang kerjaan-, berbelit-belit hingga sukar dimengerti, serta logika yang dibolak-balik.
Memang demikianlah filsafat itu. Filosof (sebutan bagi orang yang berfilsafat) dituntut memiliki rasa ingin tahu yang besar hingga ia ingin tahu hal-hal yang menurut orang-orang biasa (non filosof) tidak perlu dipertanyakan. Dalam berfikir, filosof akan selalu bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif.
Filosof cenderung tidak melihat pengkotak-kotakan ilmu. Ia tidak puas memandang suatu permasalahan dari satu sisi ilmu semata karena hal tersebut tidak memuaskan pertanyaan-pertanyaannya. Aristoteles, (384-322 SM) dianggap sebagai ahli biologi besar Eropa yang pertama karena penjelasannya mengenai ilmu alam. Di sisi lain, ia juga memberikan penjelasan mengenai politik kenegaraan yang dikenal dengan teori monarki, aristokrasi, dan Aristoteles Polity. Sebuah ilmu akan terus dikait-kaitkan, misalnya dengan ilmu agama, moral, serta ilmu lainnya.
Selain itu, filsafat menuntut pemikiran mengenai hal-hal yang mendasar. Sebuah kebenaran tidak dapat ditelan bulat-bulat tetapi harus terus dikritisi : Mengapa ilmu itu disebut benar ? Bagaimana cara membenarkannya ? Apakah kriterianya tepat ? dan seterusnya. Karena memang tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Seseorang yang belajar filsafat akan diasah penalarannya. Dengan terasahnya penalaran, maka akan meningkatkan daya analitis dan logika berpikir. Walaupun demikian, penalaran tidaklah memenuhi keseluruhan penyelesaian masalah karena manusia masih mempunyai jalur intuisi dan perasaan.
Filsafat secara keseluruhan mempunyai cabang-cabang : misalnya filsafat pengetahuan, filsafat moral, filsafat seni, metafisika, filsafat pemerintahan, filsafat matematika, dan lain-lain. Hakikat ilmu dibahas dalam filsafat pengetahuan yang akan memberi penjelasan mengenai : Apa yang dikaji pengetahuan ? Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan ? Serta untuk apa pengetahuan itu ?
Berangkat dari tiga pertanyaan di atas (yang dikenal dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi) maka filsafat akan menyebabkan manusia memahami secara total suatu ilmu pengetahuan. Albert Einstein keberatan jika nuklir dipakai untruk perang karena ia berpendapat pengetahuan tentang nuklir tidak boleh dipakai untuk tujuan membunuh (dalam pandangan moral kemanusiaan). Hal itu pulalah yang dipakai oleh para pemikir masa kini untuk memperdebatkan masalah kloning.
Sejak dahulu sering ditemui benturan antara pemikiran filsafat dan masyarakat, apalagi penguasa. Dengan alasan kebaikan masyarakat, Socrates dihukum mati (ia dianggap merusak pikiran kaum muda). Demikian pula Copernicus dan John Huss. Batasan moral ilmu akan terus menjadi perdebatan seru sepanjang jaman, apalagi percepatan kemajuan ilmu naik sangat cepat pada dua abad terakhir.
Di sisi lain, kerusakan di muka Buni ini juga naik seiring kemajuan ilmu : penggundulan hutan, kenaikan suhu Bumi, limbah industri, dan lain-lain. Dengan adanya dua hal yang bertentangan maka berpikir secara filsafat perlu dikembangkan agar keputusan yang diambil dalam pengembangan ilmu selalu masuk dalam koridor moral kemanusiaan, betapapun sulitnya.“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu” . QS 29:43.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home