akhlisrizza

Thursday, September 14, 2006

PILKADA

PILKADA : ANTARA SEKS DAN POLITIK

Semenjak reformasi digulirkan pada 1998, di kalangan media (dan juga masyarakat) ditemukan dua pintu kebebasan yang luas: kebebasan seks dan kebebasan politik. Setelah kira-kira 32 tahun dibelenggu, era kebebasan politik-pun tiba. Partai politik bertumbuhan bak cendawan di musim hujan, berita-berita penyelewengan oleh pejabat menjadi santapan pers, forum-forum mimbar bebas dibuka dimana-mana, dan yang paling penting tiap orang boleh berkomentar tentang apa saja. Seolah tidak ada lagi momok yang ditakuti.
Kebebasan seks di media terlihat jelas sejak SIUPP dinyatakan tidak diperlukan lagi. Tabloid, majalah dan koran yang bergambar aduhai dengan mudah ditemui di pinggir-pinggir jalan. Di dalamnya, foto model dengan pakaian superminim mencantumkan alamat rumah, nomer telpon, bahkan nomer hp-nya. Para model seakan-akan bukan lagi sekedar “menampakkan diri” tetapi sudah pada taraf “menjual diri”. Gambar porno (bahkan gambar manusia yang sedang berhubungan intim) dengan sensor seadanya menjadi menu yang biasa.
Mengapa seks dan politik ? Kiranya demikianlah manusia. Makhluk yang satu ini ditakdirkan punya nafsu yang hebat : nafsu materi (harta-tahta) dan biologis (wanita). Setiap kegiatan manusia tampaknya amat lekat dengan dua hal ini. Di masjid contohnya, bukan tak jarang terjadi intrik politik sekedar untuk menjadi pimpinan takmir. Dan kini juga seringkali pendirian masjid, panti asuhan, atau lembaga kemanusiaan dikaitkan dengan kepentingan partai politik tertentu.
Tentang seks, ribuan judul film atau sinetron yang tiap hari muncul di pesawat televisi lewat stasiun TV dan VCD ternyata tidak luput dari pameran aurat. Bahkan beberapa waktu lalu di Indonesia sempat booming film seks, yang kalau disimak judulnya ternyata bukan main joroknya ! Sangat jelas bahwa dari judulnya saja film “kacangan” itu hanya dibuat-buat demi pemuas nafsu syahwat dan samasekali bukan demi perkembangan seni. Akhir-akhir ini juga ramai ditayangkan acara yang membahas seks secara terbuka. Hampir semua stasiun TV mempunyai jatah waktu untuk acara semacam ini.
Lantas, apakah seks dan politik itu terlarang ? Tentu tidak. Pendidikan seks sejak dini perlu diberikan sesuai dengan umur anak dengan tujuan menghindari seks menyimpang. Bahkan nabi Muhammad juga mengajari pengikutnya mengenai hubungan suami istri yang diridloi Tuhan. Seks adalah naluri karunia Tuhan yang sebenarnya merupakan nikmat yang tiada tara. Namun, rambu-rambu mengenainya sangat jelas. Dengan mengikuti ajaran nabi seks menjadi masalah yang sangat santun, personal, indah, bahkan sakral.
Politik kekuasaan juga ada batasannya. Al Ghazali, sufi kenamaan itu mengajarkan : “Allah memilih dari hamba-hamba-Nya menjadi penguasa, agar mereka dapat menjaga umat manusia dari sikap permusuhan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain dan di mana kekuatan mereka menjadi bumerang kehancuran”. Musyawarah dan demokrasi adalah sebuah simbol mengenai bagaimana membangun sistem politik yang baik. Kiranya dengan mengikuti aturan main yang telah jelas itulah politik akan membawa manusia menjadi penguasa yang adil.
Bertentangan dengan itu semua, seks yang tidak beradab ternyata saat ini tumbuh subur. Selain di lokalisasi, masih ditemui bisnis seks liar dengan berbagai macam kedoknya : misalnya warung remang-remang, panti pijat atau diskotik . Dan dari ketidakberadaban seks itulah akhirnya muncul penyakit AIDS, sipilis, raja singa, dan lain –lain.
Bagaimana dengan politik ? Ternyata politik punya sisi gelap pula. Money politics menjadi santapan para politisi. Berita mutakhir suap yang melanda KPU dan parlemen sangat memprihatinkan. Belum lagi kebiasaan saling hujat –bahkan dengan kata-kata yang tidak sopan- dilontarkan politisi dan didengar rakyat langsung lewat media massa. Perkelahian antar anggota DPR terjadi di pusat dan beberapa kasus serupa muncul di daerah.
Kini ada “era politik” baru : yaitu pilkada. Ratusan kepala daerah (baik propinsi maupun kota/kabupaten) akan dipilih diseantero negeri ini. Termasuk juga di Malang Raya. Pilkada ini sangat penting karena mempengaruhi hajat hidup warga masyarakat. Selama beberapa tahun ke depan, nasib rakyat ditentukan oleh oilkada. Pilkada akan membawa ke dua pilihan : manfaat atau mudharat.
Oleh karena itu, peristiwa poltik yang besar dan kritis ini haruslah menjadi peristiwa politik yang benar-benar bersih. Kalau sampai peristiwa itu ternoda oleh tindakan yang tidak bermoral, maka peristiwa politik itu akan menjadi seperti seks yang tidak bermoral. Tentu semua warga Malang Raya berharap bahwa sistem politik yang dijalankan pada pilkada nanti tidak akan menghasilkan pimpinan yang jelek. Akan tetapi pimpinan yang ideal (mampu membawa kemakmuran) yang diharapkan muncul. Dan jangan lupa : ketika seks biadab akan memunculkan penyakit AIDS, maka politik biadab akan menyebabkan penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme

0 Comments:

Post a Comment

<< Home