akhlisrizza

Thursday, September 14, 2006

Untuk Walikota

Pak Wali, Bukannya Masyarakat Belum Tahu !!

Berkaitan dengan rencana pembangunan fly over Ahmad Yani, muncul keberatan dari sebagian masyarakat kota Malang. Alasannya antara lain mengganggu keindahan pemandangan gerbang masuk kota Malang, serta kekhawatiran bawah fly over akan dijadikan tempat tinggal gelandangan, PKL, anak jalanan dan pengemis sehingga potensial menimbulkan masalah sosial Walikota Malang Peni Suparto telah menanggapi keluhan masyarakat tersebut dengan mengucapkan,”Penolakan itu hanya karena masyarakat belum tahu.” (Kompas, 13 juni 2006).
Apa yang diungkapkan walikota tersebut adalah hal yang kurang mengenakkan bagi warga yang dikatakan “belum tahu”. Rasanya golongan masyarakat yang menolak fly over diletakkan lebih rendah dibandingkan masyarakat yang setuju fly over tersebut dibangun. Terlepas dari ada atau tidak oknum yang mendalangi penolakan terhadap fly over, seharusnya pemkot memperhatikan hal-hal berikut dalam menanggapi keluhan masyarakat.
Masyarakat akan merasakan dampak pembangunan fly over dalam jangka panjang.
Masyarakat yang menolak fly over perlu diselidiki apakah benar-benar merupakan masyarakat yang berada di sekitar lokasi akan dibangunnya fly over. Apabila benar merupakan masyarakat setempat, maka sah-sah saja mereka keberatan. Kenyataannya memang bagian bawah fly over di kota-kota besar seperti Jakarta memang menjadi tempat gelandangan dan pengemis dan dapat menimbulkan kerawanan sosial bagi masyarakat sekitar. Kerawanan itu tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Penyelesaian kerawanan sosial selalu menjadi permasalahan dalam jangka waktu yang lama.
Masyarakat sekitar jalan A Yani telah mengenal dengan baik perkembangan daerah setempat. Mereka sangat paham perkembangan daerahnya mulai sebelum ada terminal Arjosari, hingga pembangunan terminal, dan sampai kini. Sekarang pertigaan A Yani dan jalan ke arah Terminal Arjosari banyak terdapat pengemis dan pengamen.
Keberatan masyarakat juga didukung akademisi
Seperti dimuat dalam Kompas 13 Juni 2006, pakar transportasi Universitas Brawijaya Prof. Harnen Sulistyo menyatakan bahwa anggaran fly over lebih baik jika dipakai untuk membangun jalan lingkar timur. Harnen bahkan mengkhawatirkan fly over hanya akan menjadi monumen batu. Senada dengan Harnen Sulistyo, DR. Agus Dwi Wicaksono juga menyatakan bahwa pembangunan fly over hanya merupakan solusi jangka pendek. (Kompas, 12 Juni 2006).
Janji pemkot mengawasi perkembangan fly over sulit diterima
Dalam harian yang sama Walikota menyatakan bahwa pemkot akan mengawasi perkembangan fly over, bahkan menargetkan Malang bebas pengemis. Dua hal yang dijanjikan Walikota ini bagi masyarakat sangat sulit diterima. Dalam bentuk apa pengawasan pemkot terhadap perkembangan fly over tidak mudah dipahami. Apalagi menargetkan Malang bebas pengemis. Masyarakat Malang saat ini merasakan bahwa jumlah pengemis di Malang tidak berkurang, bahkan pengemis dengan mudah ditemui di hampir tiap lampu merah sepnjang jalan-jalan utama kota Malang.
Keberatan masyarakat atas pembangunan fly over dapat disikapi secara bijaksana dengan membuka ruang dialog publik yang seluas-luasnya. Di alam demokratis sekarang ini kritik terhadap pemerintah bukan hal yang tabu, bahkan menjadi faktor cek and balance bagi penguasa. Karena itu sebaiknya keberatan masyarakat disikapi salah satunya dengan memberi informasi secara tertulis kepada masyarakat melalui media massa mengenai pertimbangan-pertimbangan sehingga proyek 68 milyar ini harus diwujudkan. Pemkot Malang bisa meniru PT Newmont yang mengiklankan di media massa nasional program-program lingkungan hidupnya ketika kasus buyat sedang santer dibicarakan.
Akan lebih baik lagi jika permasalahan ini dibuka lebar dengan mengadakan dialog publik terbuka yang mengundang representasi masyarakat sekitar proyek fly over. Dengan demikian prinsip keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan jalan telah dilaksanakan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home